Hemoglobin A1c (HbA1c)

Pengukuran kadar glukosa darah hanya memberikan informasi mengenai homeostasis glukosa yang sesaat dan tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi pengendalian glukosa jangka panjang (beberapa minggu atau bulan sebelumnya). Untuk keperluan ini dilakukan pengukuran hemoglobin terglikosilasi dalam eritrosit atau juga dinamakan hemoglobin glikosilat atau hemoglobin A1c (HbA1c).

 

 

Apabila hemoglobin bercampur dengan larutan dengan kadar glukosa yang tinggi, rantai beta molekul hemoglobin mengikat satu gugus glukosa secara ireversibel, proses ini dinamakan glikosilasi. Glikosilasi terjadi secara spontan dalam sirkulasi dan tingkat glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam darah tinggi. Pada orang normal, sekitar 4-6% hemoglobin mengalami glikosilasi menjadi hemoglobin glikosilat atau hemoglobin A1c. Pada hiperglikemia yang berkepanjangan, kadar hemoglobin A1c dapat meningkat hingga 18-20%. Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen, tetapi kadar hemoglobin A1c yang tinggi mencerminkan kurangnya pengendalian diabetes selama 3-5 minggu sebelumnya. Setelah kadar normoglikemik menjadi stabil, kadar hemoglobin A1c kembali normal sekitar 3 minggu.

 

Karena HbA1c terkandung dalm eritrosit yang hidup sekitar 100-120 hari, maka HbA1c mencerminkan pengendalian metabolisme glukosa selama 3-4 bulan. Hal ini lebih menguntungkan secara klinis karena memberikan informasi yang lebih jelas tentang keadaan penderita dan seberapa efektif terapi diabetik yang diberikan. Peningkatan kadar HbA1c > 8% mengindikasikan diabetes mellitus yang tidak terkendali, dan penderita berisiko tinggi mengalami komplikasi jangka panjang, seperti nefropati, retinopati, neuropati, kardiopati.


Eritrosit yang tua, karena berada dalam sirkulasi lebih lama dari sel-sel yang masih muda, memiliki kadar HbA1c yang lebih tinggi. Penurunan palsu kadar HbA1c dapat disebabkan oleh penurunan jumlah eritrosit. Pada penderita dengan hemolisis episodik atau kronis, darah mengandung lebih banyak eritrosit muda sehingga kadar HbA1c dapat dijumpai dalam kadar yang sangat rendah. Glikohemoglobin total merupakan indikator yang lebih baik untuk pengendalian diabetes pada penderita anemia atau kehilangan darah.

 

Prosedur.
Hemoglobin glikosilat atau HbA1c dapat diukur dengan beberapa metode, seperti kromatografi afinitas, elektroforesis, immunoassay, atau metode afinitas boronat.Hemoglobin glikosilat atau HbA1c dapat diukur dengan beberapa metode, seperti kromatografi afinitas, elektroforesis, immunoassay, atau metode afinitasboronat.

 

Spesimen yang digunakan untuk pengukuran HbA1c adalah : darah kapiler atau vena dengan antikoagulan (EDTA, sitrat, atau heparin). Hindari terjadinya hemolisis selama pengumpulan sampel. Batasan asupan karbohidrat sebelum dilakukan uji laboratorium sifatnya dianjurkan.


Nilai Rujukan

Orang normal : 4,0 – 6,0 %

DM terkontrol baik : kurang dari 7,0%

DM terkontrol kurang baik : 7,0 – 8,0%

DM tidak terkontrol : > 8,0%

Nilai rujukan dapat berlainan di setiap laboratorium tergantung metode yang digunakan.

 

Masalah Klinis

  • Peningkatan kadar : DM tidak terkendali, hiperglikemia, DM yang baru terdiagnosis, alkohol, kehamilan, hemodialisis. Pengaruh obat : kortison jangka panjang, ACTH.
  • Penurunan kadar hemoglobin : anemia (pernisiosa, hemolitik, sel sabit), talasemia, kehilangan darah jangka panjang, gagal ginjal kronis.


Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium

  • Anemia dapat menyebabkan hasil uji yang rendah
  • Hemolisis spesimen dapat menyebabkan hasil uji yang tidak akurat
  • Terapi heparin dapat menyebabkan hasil positif palsu.
  • Setelah transfuse darah hasil pembacaan HbA1c mungkin berubah.
  • Kenaikan kadar HbF pada talasemia dapat menyulitkan interpretasi.

HbF dapat menaikkan pembacaan tes HbA1c.