Evaluasi Kesehatan Reproduksi Pada Pasangan Infertil

Meskipun program Keluarga Berencana (KB) kini telah menjadi program yang utama dari pemerintah dalam bidang kependudukan, tetapi masih ada pasangan suami-istri yang berusahauntuk memperoleh keturunan dalam mewujudkan kehidupan keluarga yang harmonis. Artinya kelompok pasangan infertil ini perlu mendapatkan pertolongan untuk mengatasi masalahnya.

Infertilitas meliputi 10 – 12 %  dari penduduk Indonesia dan di Bali didapatkan sebesar 4,16  %. Angka kejadian ini cenderung meningkat setiap tahunnya, seperti di negara barat meningkat menjadi sekitar 15 – 20 %. Infertilitas merupakan masalah yang sangat komplek yang menyangkut banyak bidang ilmu, ditambah lagi di dalam satu pasangan sering kali didapatkan lebih dari satu faktor penyebab. Oleh karenanya tidaklah heran bila penanganan  pasangan infertil ini memerlukan waktu yang lama, sehingga  memerlukan ketelatenan, kesabaran dan kerjasama yang baik antara pasangan tersebut dengan dokternya.

Penyebab infertilitas dapat berasal dari pihak istri maupun suami atau kedua-duanya. Karena keberhasilan kehamilan tak dapat diandalkan hanya pada satu pihak saja, maka penanganan infertilitas haruslah dalam kesatuan pasangan. Penyebab infertilitas itu ada yang dengan mudah dapat dijelaskan, yang umumnya dapat dicari cara pengobatannya yang terarah, tetapi ada pula yang belum/tak dapat dijelaskan (unexplained/idiopatik), meskipun telah tersedia cara-cara diagnostik yang canggih dan teknik-teknik pengobatan yang maju.

Apapun penyebabnya dan bagaimanapun bentuk infertilitas itu, kini berbagai kemajuan dalam dunia kedokteran yang mutakhir ternyata telah sanggup membantu para pasangan infertil untuk mengatasi kesulitan dan memberikan harapan keberhasilan yang lebih besar. Kemajuan terkini dalam berbagai cabang Ilmu kedokteran, khususnya dalam bidang reproduksi, bioteknologi maupun teknologi instrumentasi, telah sangat mempermudah para ahli untuk memberikan bantuan itu. Kemajuan itu meliputi teknik penerapan hormon reproduksi, teknik ultrasonografi, histeroskopi,  laparoskopi, maupun biakan jaringan. Kemajuan itu akhirnya telah melahirkan teknik Fertilisasi In Vitro (FIV) dengan berbagai kelengkapan penunjangnya, yang kini telah berhasil menolong banyak pasangan infertile yang dengan cara-cara biasa tak berhasil hamil.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi terkini mengenai cara mengevaluasi/ pemeriksaan kesehatan alat reproduksi padapasangan infertilitas.

 

DEFINISI

1.       Fertilitas :

Adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil oleh dan melahirkan bayi hidup dari suami yang mampu menghamilinya.

2.       Pasangan infertil :

Adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologik yang tidak menghasilkan kehamilandan kelahiran bayi hidup.

3.       Infertilitas primer  :

Jika istri belum berhasil hamil walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.

4.       Infertilitas sekunder :

Jika istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak berhasil hamil lagi walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.

5.       Infertilitas idiopatik atau tak terjelaskan :

Adalah bentuk infertilitas yang setelah pemeriksaan lengkap kedua pasangan dinyatakan normal dan ditangani selama 2 tahun tidak juga berhasil hamil.

6.       Ovulasi :

Adalah pecahnya folikel yang matang dan disertai dengan lepasnya ovum ke luardari permukaan folikel.

7.       Fertilisasi :

Adalah proses bersatunya kromosom dari gamet laki-laki dan perempuan untuk membentuk materi genetik dan individu yang baru.

8.       Fertilisasi alamiah :

Adalah fertilisasi yang terjadi di bagian ampula dari tubaa fallopiiatau di rongga peritoneum segera setelah ovum terbebas dari folikel matang yang pecah dan keluar dari ovarium tanpa manipulasi dari luar.

9.       Fertilisasi In Vitro ( FIV) :

Adalah usaha fertilisasi yang dilakukan di luar tubuh, di dalam cawan biakan, dengan suasana yang mendekati alamiah.

 

ETIOLOGI INFERTILITAS

Persyaratan untuk berhasilnya suatu kehamilan adalah sebagai berikut: Hubungan sexual yang normal, Analisis sperma yang normal, Ovulasi yang normal, Uterus dan endometrium yang normal dan tuba fallopii yang normal.

Dalam hal infertilitas pasangan, telah diketahui bahwa sekitar 64 % sebabnya berasal dari pihak istri dan 36 % berasal dari pihak suami. Dari istri, penyebabnya adalah factor-faktor berikut : tuba (15 %); ovulasi ( 21 % ); endometriosis ( 8 % ); vagina, serviks, korpus, dan endometrium ( 8 % ); psikogenik(8 % ) dan sebesar 15 – 20 % sebabnya tak terjelaskan (idiopatik).

Sedangkan dari suami sebagian besar akibat oligozoospermia.Sebesar 16 % merupakan sebab yang multi faktorial dari suami maupun istri. Sebab endokrinologik  dalam infertilitas adalah sebesar 20 % dan sebab imunologik cukup rendah, sekitar 2 %. Sekitar 10 % pasangan usia subur yang telah menikah menderita infertilitas primer dan 10 % yang lainnya telah mempunyai satu atau dua anak dan tak berhasil untuk hamil lagi.

Etiologi infertilitas dapat disebabkan oleh: Gangguan pada hubungan seksual, gangguan produksi dan transportasi sperma, gangguan ovulasi dan hormonal yang lain termasuk gangguan pada tingkat reseptor hormon reproduksi, kelainan tempat implantasi (endometrium) dan uterus, kelainan jalur transportasi  (tuba fallopii), gangguan peritoneum,  dan gangguan imunologik.

 

Gangguan pada hubungan seksual.

Hubungan seksual yang normal akan menghasilkan timbunan semen di vagina.Hal ini tak akan terjadi jika dijumpai keadaan seperti berikut :

·  Kesalahan teknik senggama: Penetrasi tak sempurna ke vagina;

·  Gangguan psikoseksual: Impotensi, ejakulasi prekoks, vaginismus;

·  Ejakulasi abnormal: Kegagalan ejakulasi misalnya akibat pengaruh obat, ejakulasi retrograd kedalam vesika urinaria misalnya pasca prostatektomi;

·  Kelainan anatomik : Hipospadia,epispadia.

 

Gangguan produksi dan transportasi sperma

Parameter normal dari analisis sperma adalah sebagai berikut:

             Volume                                 :   2 – 5 ml

             Jumlah sperma /ml               :   lebih dari 20 juta

             Motilitas pada 6-8 jam           :   lebih dari 50 %

             Bentuk sperma yang normal :  lebih dari 25 %

             Kandungan fruktosa              :  1.200 – 4.500 mikrogam per ml.

 

Sedangkan keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan terganggunya produksi sperma  adalah sebagai berikut :

·  Kelainan congenital: Tidak adanya testis, Tidak adanya vasa deferensia

·  Kelainan dapatan :

o Perkembangan: maldesensus testis , kriptorkidisme;

o Fisik:trauma,penyinaran,panas(hidrokel,varikokel,celana ketat),torsi                                        testis.

o Infeksi:parotitis,sifilis,orkhitis,epididimitis.

o Neoplasia:  testis (seminoma,teratoma);

o Endokrin:gangguan poros hipotalamus – hipofise – testis;

o Kimiawi: obat – obat sitostatika.

 

Gangguan ovulasi

Konsepsi tak mungkin terjadi jika istri gagal menghasilkan ova yang mampu untuk dibuahi. Jika siklus haidnya berjalan normal dan teratur, jarang dijumpai gangguan produksi ova. Kegagalan ovulasi seringkali dikaitkan dengan amenorhea atau oligomenorhea. Seperti diketahui ovarium memiliki dua peran utama yaitu sebagai penghasil gamet (ova) dan sebagai organ endokrin karena menghasilkan hormon sex (estrogen,progesterone,dan androgen). Sekitar 10-15 % wanita infertil gagal untuk berovulasi atau setelah ovulasi, menghasilkan korpus luteum yang tak mampu memelihara ovum yang telah dibuahi. Keadaan yang terakhir ini dikenal sebagai fase luteal yang inadekuat. Kegagalan ovulasi dapat berasal primer dari ovarium, misalnya penyakit ovarium polikistik, atau kegagalan yang bersifat sekunder akibat kelainan pada poros hipotalamus-hipofise dan kelainan pada pusat opioid dan reseptor steroid di hipotalamus, ataupun tumor hipofisis serta hipofungsi hipofisis. Gangguan pada metabolisme opioid yang antara lain menyebabkan tingginya kadar endorpin –beta akan dapat berakibat pada tingginya kadar prolaktin (PRL) atau hiperprolaktinemia. Kadar PRL yang tinggi dapat juga disebabkan oleh pemakainan obat-obat yang merangsang kadar PRL khususnya hipnotika dan sedativa. Kadar PRL yang berlebihan akan menghambat kerja FSH dan LH terhadap ovarium dan dengan demikian menghambat produksi hormon ovarium yang akan menampilkan anovulasi.

Kelainan uterus dan tuba fallopii.

Uterus dan tuba fallopii haruslah paten untuk memungkinkan spermatozoa melintasi vagina ke bagian ampula tuba fallopii, tempat spermatozoa membuahi ovum.Selanjutnya endometrium harus dalam keadaan yang siap untuk memungkinkan hasil konsepsi tertanam dan kemudian mengalami tumbuh-kembang. Sekitar 20 % wanita infertil mengalami kerusakan tuba fallopii. Gangguan pada susunan genetalia wanita yang dapat mencegah fertilisasi dan implantasi adalah sebagai berikut :

 -Uterusdan Serviks:

 Ketidakramahan serviks (antibody sperma), kerusakan serviks (amputasi ), erosiserviks  dan servisitis, retroversi serviks.

Korpus dan endometrium :

Kelainan kongenital, Endometriosis interna, endometritis, mioma uteri, perlekatan uterus dan polip.

 -Tuba Fallopii

Hipoplasia congenital, penempelan fimbriae, obstruksi tuba akibat salpingitis, obstruksi tuba akibat peritonitis pelvis, sterilisasi tuba.

Kelainan peritoneum

Dengan kemajuan teknik endoskopi (laparoskopi ) kini endometriosis lebih mudah dan lebih dini dapat diketahui, sebagai salah satu sebab dari infertilitas.

Setiap wanita yang mengeluh infertilitas patut dicurigai mengidap endometriosis lebih-lebih bila terdapat dismenorhea berat dan dispareunia. Pada pasien yang secara klinik semula diduga idiopatik (tak terjelaskan) ternyata setelah di laparoskopi 23 – 60 % menderita endometriosis. Kini telah diketahui, bahwa meskipun lesi endometriosis tak dapat dilihat secara laparoskopi karena begitu minimalnya, dengan pemeriksaan yang lebih canggih dan terarah terhadap zalir (cairan peritoneal) dapat diketahui bahwa lesi ini sebetulnya ada. Pemeriksaan ini meliputi peneraan hormon reproduksi (estrogen, progesterone, prolaktin, FSH dan LH), prostaglandin (PGF-1-alfa), plasmin, enzim proteolitik, faktor imun (IgG,IgM,IgA ) dan sel makrofag. Keadaan endometriosis sering kali terjadi seiring dengan anovulasi atau ovulasi inadekuat. Pada keadaan ini kadar steroid progesterone rendah di dalam zalir peritoneal,sedangkan kadar estrogen dapat normal atau tinggi, dan dengan ratio P/E2 < 0,06 dapat dikatakan bahwa tidak terjadi ovulasi. Selain itu prostaglandin akan meningkat kadarnya, sedangkan sel makrofag dapat meningkat jumlah pada lesi ringan atau sedang menyerupai keadaan infeksi kronik. Pada lesi yang lebih berat, jumlah sel ini bahkan menurun.

Kelainan imunologik

Kelainan imunologik pada pasangan infertil, khususnya wanita merupakan hal yang komplek. Yang sering menjadi sasaran pemeriksaan diklinik adalah interaksi antara sperma dengan getah serviks. Tetapi apa sesungguhnya yang terlihat dalam proses itu, tak mudah diterangkan dengan pemeriksaan klinik yang rutin. Apalagi apabila faktor imunologik pada sperma juga ikut terlibat di dalamnya.

 

PEMERIKSAAN PASANGAN INFERTIL

Sekitar 4 dari 5 pasangan akan hamil dalam satu tahun pernikahan dengan senggama yang normal dan teratur. Setiap pasangan yang belum berhasil hamil dalam kurun waktu ini patut diperiksa dengan tuntas.Sebenarnya cukup bijaksana untuk memulai pemeriksaan pendahuluan yang sederhana sebelum masa ini,jika pasangan tersebut khawatir tidak akan mempunyai keturunan. Hal ini secara psikologik akan banyak membantu pasangan dalam mengatasi masalahnya. Kadang-kadang pasien menjadi salah sangka jika mereka disuruh kembali setelah perkawinannya genap satu tahun, ini dapat dianggap sebagai suatu penolakan.

 

Anamnesa Riwayat penyakit

Pemeriksaan awal dari pasangan infertil perlu mencakup riwayat penyakit, riwayat perkawinan terdahulu dan sekarang dan pemeriksaan terhadap masing-masing pasangan. Sungguh baik jika pada pertama kali satu pasangan diperiksa bersama-sama, karena dokter yang menanganinya akan dapat menilai interaksi mereka. Untuk pemeriksaan berikutnya, lebih baik mereka dinilai sendiri-sendiri. Rincian pokok dari riwayat penyakit yang perlu diperoleh dari pasangan infertil adalah sebagai berikut :

Untuk keduanya: Umur, riwayat penyakit dahulu (operasi, tuberculosis, penyakit venerik pasangan terdahulu), fertilitas terdahulu, ama perkawinan sekarang (cara dan lama kontrasepsi,pisah untuk jangka waktu lama), riwayat senggama (frekwensi, saatnya pada siklus haid, dispareunia) dan interaksi antara pasangan.

Suami: Riwayat penyakit terdahulu(parotitis, epididimitis, sifilis, trama testis).

Istri: Kehamilan terdahulu (kehamilan ektopik, keguguran), riwayat penyakit terdahulu (apendisitis, peritonitis, salpingitis, pembedahan tuba), riwayat haid (frekwensi dan panjang siklus,dismenorhea )

 

Pemeriksaan fisik dan laboratorik dari pasangan infertile meliputi:

1.    Suami

Penis :Singkirkan hipospadia,epispadia

Testis:  Singkirkan,nilai besar dan konsistensi testis dan epididimis (cari hidrokel danvarikokel) ,singkirkan kelainan prostat.

Pemeriksaan laboratorik:

Periksa darah lengkap (Hb, leukosist, LED, Hitung jenis, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal, serologic VDRL ), Uji urin terhadap protein dan glukosa

Apabila perlu, pemeriksaan serologic dan atau biakan terhadap/ toxoplasma,klamidia, mikoplasma dan rubella serta pemeriksaan inkompabilitas ABO/Rh.

Analisa sperma

       Analisa sperma harus dilakukan pada tahap awal. Contoh semen haruslah dikumpulkan dalam wadah dari gelas atau plastik dan jangan dalam karet kondom. Kemudian segera dikirim ke laboratorium dalam waktu 30 menit dari ejakulasi. Tiadanya spermatozoa di dalam 2 atau lebih per contoh semen merupakan indikasi untuk pemeriksaan ulang. Tiadanya fruktosa di dalam contoh semen merupakan petunjuk tiadanya vesikula dan vasa seminalis yang bersifat congenital. Dan ini menjadi patokan bahwa pemeriksaan fungsi testis berikutnya tak ada gunanya. Tetapi sebaliknya,jika fruktosa ada di dalam contoh semen, maka biopsi testis merupakan alasan yang tepat. Cara ini akan memperlihatkan spermatogenesis yang normal, yang akan mengarahkan pada adanya bendungan pada susunan penghubung dari testis ke uretra. Bendungan seperti ini kadang-kadang dapat diatasi dengan pembedahan.

 

2.    Istri :

Pemeriksaan ginekologik :

Nilai keadaan himen ( 5 % wanita infertile memiliki himen yang masih utuh ), nilai besar, posisi dan mobilitas uterus, tuba dan ovarium.

Pemeriksaan laboratorik : 

Periksa darah lengkap (Hb, leukosit, LED, hitung jenis), gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal, serologic VDRL, uji urin terhadap protein dan glukosa, biak usap puncak vagina (bakteriologik, jamur, parasit), apabila perlu : pemeriksaan serologi dan atau biakan terhadap toksoplasma klamidia,rubella serta pemeriksaan inkompabilitas ABO/Rh.

Pemantauan ovulasi

-Riwayat haid:

          Riwayat haid dapat memberikan pegangan terhadap hal ini. Ovulasi lebih mungkin terjadi jika siklus haid berlangsung teratur dan dengan jumlah darah haid yang sedang untuk jangkan waktu 3 – 5 hari. Haid yang tak teratur dan sedikit, menjadi petanda siklus anovulatorik. Pada sebagian wanita merasakan nyeri pada satu sisi di fossa iliaka untuk 12 – 24 jam pada saat ovulasi, dan hal ini mungkin bersamaan atau tanpa disertai perdarahan ringan (Mittelscherz) atau dengan suatu peningkatan limbah vagina (vaginal discharge). Mastalgia prahaid menandakan adanya suatu korpus luteum yang aktif, artinya ovulasi sebelumnya telah terjadi dalam siklus itu.

-Uji pakis:

          Di bawah pengaruh estrogen, getah servik yang dikeringkan pada gelas obyek akan mengalami kristalisasi dan menghasilkan  suatu pola daun pakis yang cukup khas. Ini terjadi antara hari ke 6 sampai ke 22 dari siklus haid, dan kemudian akan dihambat oleh progesterone. Hambatan ini biasanya mulai tampak dari hari ke 23 hingga haid berikutnya. Menetapnya pola pakis setelah hari ke 23 ini menunjukkan bahwa ovulasi tidak terjadi. Darah dan semen dapat juga menghambat pembentukan gambaran pakis sehingga hasil yang salah sering dijumpai pada uji ini.

-Suhu basal badan:

          Pada beberapa wanita SBB meningkat selama fase progesterone dari siklus haid. Cara ini juga dapat dipakai untuk menentukan apakah telah terjadi ovulasi.SBB diambil tiap hari pada saat terjaga pagi hari, sebelum bangkit dari tempat tidur atau makan minum. Nilainya ditandai pada kertas grafik. Jika wanita itu berovulasi, grafik akan memperlihatkan pola bifasik yang khas. Suhu pada paro pertama siklus haid adalah lebih rendah, dan suhu terendah terjadi saat ovulasi, kemudian secara keseluruhan grafik akan meningkat sepanjang paro kedua siklus haid. Walaupun grafik bifasik berarti bahwa ovulasi telah terjadi, suatu grafik monofasik belum membantah bahwa ovulasi tidak terjadi. Kesalahannya pada penggunaan yang baik berkisar 20 %. SBB dapat dipakai untuk menentukan kemungkinan hari ovulasi, sehingga senggama dapat diarahkan sekitar saat itu.

-Sitologi vagina atau endoserviks:

          Epitel dari sepertiga lateral atas dinding vagina memberikan respon yang khas terhadap hormon ovarium. Pemeriksaan ini dilakukan secara serial. Sekarang telah dikembangkan pemeriksaan dari endoserviks pada fase pasca ovulasi dengan pengambilan tunggal (tanpa serial). Perubahan sitologik dengan melihat indeks kariopiknotik dapat dipakai untuk menentukan ada tidaknya ovulasi.

-Peneraan hormon:

          Cara peneraan yang cukup peka adalah dengan tera radioimunologik. Cara ini sudah sejak lama dipakai untuk mengukur kadar hormon dalam darah, urin, maupun saliva guna menetapkan ovulasi dengan lebih tepat.

 

Pencitraan dengan Ultrasonografi

          Ultrasonik adalah proses pengiriman gelombang suara berkekuatan tinggi,tidak beradiasi, melalui jaringan. Saat gelombang ultrasonic mengenai jaringan, ultrasonic memindahkan gambaran putih pada layar pantau. Untuk memantau ada tidaknya sel telor yang matang digunkan USG transvaginal. Pada pemerikasaan dengan USG transvaginal ini, kandung kemih harus dikosongkan dan pemeriksaan dilakukan di kamar khusus serta pasien perlu menanggalkan pakaian dari pinggang kebawah.Untuk menilai adanya ovulasi, maka pasien akan dipantau secara serial mulai hari ke 10,12,dan 14 dari haid pertama. Sel telor dikatakan matang bila dalam pemantauan dengan USG transvaginal dijumpai adanya folikel yang berpenampang >18 mm. Pada saat ini lapisan endometrium akan menunjukkan gambaran triple line dengan diameter sekitar >1 Cm. Dan dikatakan terjadi ovulasi jika folikel yang matang tadi bentuk dan ukurannya sudah berubah (tidak teratur dan mengecil ), serta tampak adanya cairan pada cavum doglasi.

 

Penilaian uterus dan tuba fallopii dengan USG , Histeroskopi atau  HSG

          Penilaian uterus dapat dilakukan dengan pemerikasaan melalui biopsi endometrium, USG dan histeroskopi. Pemeriksaan biopsi endometrium dapat dipakai selain untuk penilaian ovulasi juga untuk pemeriksaan histologik lainnya, misalnya untuk biakan terhadap tuberculosis, dan menilai adanya hiperplasia endometrium. Terkadang dapat dijumpai adanya hiperplasia fokal, meskipun siklus itu berovulasi berdasarkan hasil peneraan hormon progesterone plasma pada pertengahan fase luteal. Pemeriksaan USG (transvaginal) kini merupakan cara non invasive yang cukup terpercaya untuk menilai bentuk, ukuran serta patologi uterus maupun endometrium.Sedangkan dengan pemeriksaan histeroskopi,pemeriksa dapat memvisualisasi secra langsung permukaan endometrium dan ostium tuba internum. Untuk   penilaian   terhadap   tuba   fallopii   dapat   dilakukan   dengan     pemeriksaan hidrotubasi, histerosalpingografi atau dengan laparoskopi. Pada hidrotubasi dipergunakan cairan yang biasanya campuran yang mengandung antibiotika, deksametasone dan antispasmodic. Pemeriksaan ini dilakukan pada hari ke 10 – 12 dari siklus haid. Adanya rasa nyeri di perut bawah menandakan adanya iritasi peritoneum oleh cairan yang melalui tuba fallopii.Dan ini menandakan bahwa tuba fallopii itu paten (tidak buntu). Penilaian dengan histerosalpingogram dilakukan pada paruhpertama siklus haid untuk menghindari penyinaran terhadap kemungkinan kehamilan. Disini larutan radio opak disuntikkan melalui kanal serviks ke dalam uterus dan tuba fallopii. Perjalanan kontras dapat dipantau melalui layar dengan penguat bayangan sehinga lukisan rongga uterus dapat dilihat. Spasme tuba,obstruksi tuba dan perlekatan pelvic dapat dilihat dan pelimpahan peritoneal juga dapat diamati. Penilaian ini tidak seluruhnya bisa dipercaya, dan sering kali harus ditunjang dengan laparoskopi.

 

Laparoskopi untuk menilai ovulasi, faktor tuba  dan keadaan peritonium

                Laparoskopi memungkinkan visualisasi langsung baik ovulasi yang baru saja terjadi dengan adanya bintik ovulasi, maupun korpus luteum sebagai hasil ovulasi di waktu yang lebih dini dari siklus itu. Laparoskopi kini dianggap sebagai cara yang terbaik untuk menilai fungsi tuba. Tuba dapat dilihat secara langsung dan patensinya dapat diuji dengan menyuntikkan larutan biru metilen, dan dengan melihat pelimpahannya ke dalam rongga peritoneum. Laparoskopi juga dapat memperlihatkan perlekatan pelvis, endometriosis, dan patologi ovarium.