Nyeri Punggung Bawah

Pendahuluan
Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di bagian punggung bawah yang berasal dari otot, persarafan, tulang, sendi atau struktur lain di daerah tulang belakang. Nyeri punggung bawah merupakan suatu keluhan yang dapat mengganggu aktifitas sehari-hari bagi penderitanya. Penyebab terjadinya nyeri punggung bagian bawah adalah bermacam-macam, yang sebagian besar kasusnya terjadi pada segmen tulang pinggang. Nyeri punggung bawah merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai dalam masyarakat.
Nyeri punggung bawah dapat mengenai siapa saja, tanpa mengenal umur dan jenis kelamin. Sekitar 60-80% dari seluruh penduduk dunia pernah mengalami paling tidak satu episode nyeri punggung bawah selama hidupnya. Kelompok studi nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia) melakukan penelitian pada bulan Mei 2002 di 14 rumah sakit pendidikan, dengan hasil menunjukkan bahwa kejadian nyeri punggung bawah meliputi 18.37% dari seluruh kasus nyeri yang di tatalaksana.
Insidens tertinggi terjadi pada umur 40 tahun sampai 50 tahun, akan tetapi bisa juga dijumpai pada remaja atau dewasa muda berkaitan dengan cedera atau karena salah menggerakkan punggung, melakukan gerakan mendadak seperti bersin, tekanan kuat dan kasar.
Nyeri punggung bawah hanyalah merupakan suatu gejala, maka yang penting adalah mengetahui faktor penyebabnya agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Tanda bahaya untuk gangguan ini adalah adanya gangguan buang air besar, gangguan buang air kecil, gangguan seksual, selangkangan terasa baal, nyeri menjalar ke bokong. Tanda bahaya lainnya adalah bila ada tanda-tanda keganasan, timbul nyeri sampai terkejut bangun pada malam hari, berat badan turun yang penyebabnya tidak diketahui. Adanya penyakit sistemik yang mendasarinya, tetap nyeri meskipun sudah istirahat. Juga infeksi spinal yang disertai dengan demam patut diwaspadai. 
 
 
Etiologi 
Nyeri punggung bawah dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain : 
1. Kelainan kongenital/kelainan perkembangan: spondilosis dan spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis. 
2. Trauma minor: regangan, cedera whiplash. 
3. Fraktur: traumatik - jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atraumatik – osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen. 
4. Herniasi diskus intervertebral. 
5. Degeneratif: kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebral, gangguan sendi atlantoaksial (misalnya arthritis reumatoid). 
6. Arthritis: spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun (misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter). 
7. Neoplasma – metastasis, hematologic, tumor tulang primer. 
8. Infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis diskus, meningitis, arachnoiditis lumbalis. 
9. Metabolik: osteoporosis – hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis (misalnya penyakit paget). 
10. Vaskular: aneurisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral. 
11. Lainnya: nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-pura sakit, sindrom nyeri kronik. 
 
Faktor Risiko 
Faktor risiko terjadinya nyeri punggung adalah usia, kondisi kesehatan yang buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok, skoliosis mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang berlebihan, hal yang berhubungan dengan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran, mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan kehamilan. 
Postur tubuh yang tegak tergantung pada lekukan tulang belakang yang normal, dan lekukan tersebut bukan penyebab nyeri punggung. Obesitas yang menyebabkan bobot abdomen menjadi berat, dan proses kehamilan pada tahap lanjut, dapat mengubah kelengkungan tulang belakang dan menyebabkan nyeri punggung. Dalam kasus kehamilan, rasa nyeri biasanya menghilang setelah proses kelahiran. Beberapa kegiatan, seperti jogging dan berlari di permukaan yang rata, angkat berat, dan duduk lama (terutama di mobil, truk, dan kursi yang tidak nyaman), dapat menyebabkan nyeri punggung. Faktor risiko yang paling sering dilaporkan untuk nyeri punggung adalah beban kerja fisik yang berat seperti mengangkat, posisi tubuh membungkuk, dan getaran seluruh tubuh. Gaya hidup juga dianggap sebagai faktor risiko dari nyeri punggung.  Faktor yang berperan menyebabkan nyeri punggung bawah pada remaja antara lain: perkembangan yang sangat pesat, kurangnya fleksibilitas dari otot kuadriceps dan hamstring, bekerja, dan merokok.
 
Pemeriksaan Fisik 
1. Inspeksi : 
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral. 
 
2. Palpasi
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). 
Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
 
3. Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya. 
4. Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris. 
5. Tanda-tanda rangsangan meningeal : 
• Tanda Laseque: menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara Laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus. 
 
Pemeriksaan Penunjang 
1. Laboratorium: 
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED) dan morfologi darah tepi (penting untuk mengidentifikasi infeksi atau myeloma), kalsium, fosfor, asam urat, alkali fosfatase, asam fosfatase, antigen spesifik prostat (jika ada kecurigaan metastasis karsinoma prostat), elektroforesis protein serum (protein myeloma), dalam kasus khusus, dapat diperisa tes tuberculin atau tes Brucella, tes faktor rheumatoid, dan penggolongan HLA (jika curiga adanya ankylosing spondylitis). 
 
2. Pemeriksaan Radiologis : 
-Foto rontgen (lebih bagus jika pasien dalam keadaan berdiri) pada posisi anteroposterior, lateral, dan oblique sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin nyeri pinggang dan sciatica. Gambaran radiologis sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada sendi facet dan penumpukan kalsium pada vertebrae, pergeseran korpus vertebrae (spondilolistesis), infiltasi tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral. 
-CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang. 
 
-MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena (10). 
 
MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum jelas, kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak, untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena infeksi atau neoplasma. 
 
-Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat berharga pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor. 
 
 
Penatalaksanaan 
Terapi Non Farmakologis 
1. Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja seperti biasanya. 
2. Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa kasus dapat dilakukan tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi nyeri. 
3. Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke aktivitas sehari-harinya dalam 4-6 minggu. 
4. Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasus-kasus yang membutuhkan obat penghilang nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2 minggu (12). 
5. Modalitas lain: (a) intervensi fisik: orthosis, pemijatan, mobilisasi, manipulasi, traksi, (b) modalitas termal: ultrasound terapeutik, diatermi, bantalan pemanas (kering atau lembab), pemanas inframerah, hidroterapi, kantong es (dengan atau tanpa pemijatan) (c) terapi elektrik: stimulasi galvanic, arus interferensial, arus mikro, stimulasi saraf transkutaneus elektrik, stimulasi neuromuscular, (d) terapi olahraga: terapi rentang gerakan, program penguatan (isometric, kinetik), program latihan aerobic, program latihan aqua, control neuromuscular, koreksi postural, (e) magnet, (f) terapi meridian: akupunktur, elektroakupunktur, (g) terapi laser, (h) terapi lingkungan:; biofeedback dan relaksasi, (i) intervensi edukasi, (j) terapi kombinasi atau multimodalitas. 
 
 Terapi Farmakologis 
1. Asetaminofen 
Penggunaan asetaminofen dosis penuh (2 sampai 4 g per hari) sebagai terapi lini pertama didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan beberapa pedoman terapi (rekomendasi A). Harus diketahui bahwa pada pasien dengan riwayat alkoholisme, sedang puasa, memiliki penyakit liver, mengonsumsi obat tertentu (terutama antikonvulsan), atau orang tua yang lemah, toksisitas hati dapat terjadi pada dosis yang direkomendasikan. Selanjutnya, toksisitas asetaminofen meningkat 
 
2. NSAID 
Ada bukti kuat keberhasilan penggunaan NSAID pada nyeri akut dan bukti moderat pada nyeri kronis (rekomendasi A). NSAID direkomendasikan oleh sebagian besar pedoman pengobatan. Semua NSAID tampaknya memiliki khasiat yang sama. Mempertimbangkan manfaat dibandingkan efek samping, American Geriatrics Society merekomendasikan COX-2 inhibitor sebagai terapi lini pertama dibandingkan NSAID non spesifik. Salisilat non-asetil (kolin magnesium trisalicylate, salsalat) terbukti efektif dan memiliki lebih sedikit efek samping gastrointestinal dibandingkan NSAID non spesifik dengan biaya lebih rendah daripada lebih agen selektif. Jika NSAID non spesifik yang dipilih, sitoproteksi lambung harus dipertimbangkan berdasarkan profil risiko pasien. NSAID harus dipertimbangkan ketika peradangan diyakini memainkan peran penting dalam proses produksi nyeri. 
 
3. Relaksan Otot 
Bukti yang mendukung penggunaan relaksan otot masih kurang jelas (rekomendasi B). Sebuah tinjauan dari 14 percobaan acak terkontrol moderat berkualitas menunjukkan bahwa cyclobenzaprine lebih efektif daripada plasebo dalam pengelolaan nyeri leher dan punggung. Efek tertinggi terjadi dalam 4 hari pertama terapi. Kesimpulan serupa juga sama untuk obat lain yang sejenis. Baclofen dan Tizanidine memiliki lebih sedikit potensi kecanduan daripada relaksan otot lainnya. 
 
4. Opioid 
Sebuah badan literatur ekstensif melaporkan efektivitas jangka pendek opioid dalam berbagai sindrom nyeri (rekomendasi A). Namun, tidak ada penelitian acak berkualitas tinggi untuk menunjukkan manfaat dan keamanan opioid jangka panjang untuk setiap indikasi pemberiannya. Kegunaan opioid pada nyeri leher harus seimbang dengan efek samping yang ditimbulkan seperti sembelit, sedasi, dan ketergantungan. Beberapa pihak mendukung penggunaan opioid dalam berbagai sindrom nyeri ketika strategi lain tidak melngurangi rasa sakit secara adekuat, dan ada bukti jelas bahwa obat ini tidak merugikan pasien dan memberikan peningkatan yang signifikan dan berkelanjutan. 
 
5. Antidepresan ajuvan dan Antikonvulsan 
Meskipun tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol untuk penggunaan agen ini secara khusus pada nyeri leher, penggunaannya, terutama dalam nyeri kronis dan neuropatik, secara didukung secara luas oleh berbagai literatur (rekomendasi A).  
 
6. Hipnotik sedatif 
Tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol yang cukup panjang untuk menunjukkan manfaat dan keamanan jangka panjang obat ini untuk mengobati nyeri. Selain menghilangkan rasa sakit yang secara khusus disebabkan oleh kejang otot, obat ini bukan penghilang rasa sakit yang efektif. 
 
7. Steroid 
Injeksi steroid epidural adalah prosedur yang biasa dilakukan untuk nyeri leher radikuler dan nyeri punggung bawah. Hasil uji coba dibagi antara hasil yang positif dan negatif. Perbedaan hasil yang didapat merupakan akibat, setidaknya sebagian, dari penyakit yang berbeda antar kelompok pasien dan perbedaan teknik. Uji coba terakhir dengan pemilihan pasien yang lebih hati-hati dan teknik terstandar telah menunjukkan hasil yang lebih positif. Oleh karena itu keputusan untuk mempertimbangkan penggunaan steroid epidural pada setiap pasien merupakan latihan dalam penilaian klinis. Tidak ada ada alasan yang jelas dalam penggunaan injeksi steroid epidural pada nyeri nonradicular. Penggunaan steroid untuk nyeri radikuler harus jelas (rekomendasi B). 
 
Kesimpulan 
1. Nyeri punggung bawah adalah nyeri di bagian lumbar, lumbosacral. Nyeri ini sangat beragam ketajaman dan intensitasnya. Nyeri punggung diakibatkan oleh regangan otot atau tekanan pada akar saraf. 
2. Nyeri punggung merupakan masalah klasik manusia yang menyebabkan banyaknya pengeluaran biaya dan seringnya kunjungan ke dokter. Nyeri punggung menyebabkan morbiditas yang besar dan sering menyebabkan individu tidak dapat bekerja. 
3. Nyeri punggung dapat di bedakan berdasarkan lokasi dan penyebabnya yakni kelainan myelum, kelainan radix, kelainan diskus, kelainan sendi facet, dan kelainan sendi sacroiliaka. 
4. Nyeri punggung dapat diatasi dengan diagnosis dan tatalaksana yang tepat. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang baik. Tatalaksana nyeri punggung meliputi terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. 
 
 
Oleh: dr A.A.Ngrh Bgs.Widya Putra,Sp.S
Dokter Spesialis Saraf RSUD Kab. Badung Mangusada