Masalah Makan Pada Anak

Nutrisi merupakan aspek yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada batita (bawah tiga tahun). Nutrisi optimal akan mendukung tumbuh kembang yang optimal. Dalam upaya memenuhi kebutuhan nutrisi ini, sering didapatkan masalah makan. Kesulitan makan menjadi sebagian besar keluhan orang tua saat datang ke dokter anak. Hampir 50-60% orangtua melaporkan bahwa anak mereka memiliki masalah makan. Ternyata setelah dilakukan evaluasi lebih lanjut terdapat 20-30% anak yang memang benar memiliki masalah makan dan hanya 1-2% yang mengalami masalah makan yang serius dan berkepanjangan.

Kesulitan makan, kadang dianggap hal biasa sehingga akhirnya timbul komplikasi dan gangguan tumbuh kembang di kemudian hari. Salah satu keterlambatan penanganan masalah tersebut adalah pemberian vitamin tanpa mencari penyebabnya. Orangtua masih beranggapan bahwa solusi sulit makan bisa teratasi dengan pemberian vitamin/suplemen sehingga mereka seringkali meminta dokter meresepkan vitamin penambah nafsu makan. Akhirnya orang tua berpindah-pindah dokter dan berganti-ganti vitamin tapi tetap saja kesulitan makannya tidak membaik. Penanganan kesulitan makan pada anak diharapkan dapat mencegah komplikasi yang ditimbulkan, sehingga dapat meningkatkan kualitas anak Indonesia dalam menghadapi persaingan di era globalisasi mendatang khususnya. Masalah makan berdampak buruk terhadap kesehatan anak karena dapat mengganggu pertumbuhan, rentan terhadap infeksi, bahkan  dapat mengakibatkan kematian. Masalah makan juga berpotensi mengganggu perkembangan kognitif, perilaku, kelainan makan dan sering dikaitkan dengan kelainan makan (eating disorder) yang akan terbawa sampai remaja dan dewasa.

Penyebab sulit makan sangat bervariasi antara lain adanya penyakit atau kelainan organik yang mendasari, interaksi biologis, dan faktor lingkungan terutama keluarga. Penyebab yang paling banyak dijumpai adalah pemberian makan yang kurang tepat mengenai komposisi makanan, tekstur maupun tatacara pemberiannya.

Setiap anak memiliki permasalahan makan yang berbeda-beda. Ada anak yang gemar memilih makanan, ada pula yang hanya mau mengkonsumsi makanan tertentu. Karena begitu banyaknya variasi masalah makan pada anak, maka berdasarkan penelitian di Indonesia, pada tahun 2011 maka didapatkan tiga hal utama masalah makan yaitu inappropriate feeding rules, small eaters, dan parental misperception.

Inappropriate feeding practice merupakan masalah makan yang disebabkan oleh perilaku makan yang salah ataupun pemberian makanan yang tidak sesuai dengan usia. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya pengetahuan orangtua tentang cara pemberian makan yang benar (tepat waktu, tepat kualitas dan kuantitas, penyiapan dan penyajian yang higienis, menerapkan feeding rules sesuai tahap perkembangan anak). Small eater merupakan terminologi  yang dipakai untuk anak dengan keluhan makan sedikit, status gizi kurang, tetapi dengan feeding rules sudah benar. Penolakan makan biasanya terjadi pada saat transisi ke makanan pendamping ASI atau makan mandiri yaitu usia 6 bulan sampai 3 tahun. Anak yang termasuk small eaters adalah anak aktif, perkembangan masih normal, seringkali lebih tertarik pada lingkungan daripada makanan, dan tidak memiliki masalah medis yang mendasari. Anak dengan small eater perlu diupayakan menciptakan rasa lapar sehigga anak dapat menikmati makan. Tapi tidak dianjurkan memaksa anak menghabiskan porsi makanan yang besar agar anak tetap mempunyai pandangan positif terhadap apa yang akan dimakan. Camilan pada kasus ini harus dihindari . Pemberian formula dengan densitas energi tinggi yaitu lebih dari 1,2 kkal/mL berguna untuk anak dengan peningkatan kebutuhan energi. Terdapat istilah food preference yaitu masalah makan dimana anak memilih-milih makanan atau menolak terhadap makanan tertentu. Anak normal dapat mengalami neofobia atau menolak makanan baru. Neofobia ini biasanya terjadi saat usia 1-3 tahun dan mencapai puncak saat usia 2-6 tahun. Perilaku ini akan menurun seiring bertambahnya usia, dan mencapai titik terendah pada usia dewassa. Terdapat juga istilah picky eater yaitu anak yang mau mengkonsumsi berbagai makanan baik yang sudah atau belum dikenalnya, tapi menolak mengkonsumsinya dalam jumlah cukup. Parental misperception adalah masalah makan meurut orangtua tetapi setelah dievaluasi leih lanjut didapatkan feeding rules yang sudah benar dan anak dalam kondisi gizi baik. Pada kasus seperti ini diberikan apresiasi pada orangtua.

Kesulitan makan berkepanjangan berakibat menurunnya asupan kalori yang dibutuhkan sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dampak sulit makan pada awalnya  berpengaruh terhadap berat badan (tidak bertambah atau turun) kemudian akan memengaruhi tinggi badan serta status gizi. Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan pengukuran antropometri meliputi berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala. Dilakukan pula pemeriksaan fisik lainnya yakni masalah gigi geligi, mulut, kemampuan menelan atau bila terdapat gangguan neurologis yang mungkin dapat mengganggu proses makan. Berbagai hal yang mengganggu proses makan ini harus dideteksi sedini mungkin dan segera diatasi sesuai penyebab yang mendasarinya.

Apabila anak mengalami masalah makan ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu mengatur jadwal makan, menciptakan suasana lingkungan yang nyaman, menerapkan prosedur makan yang benar. Mengatur jadwal makan dimulai dengan menyusun jadwal makanan utama dan makanan selingan (snack) agar teratur, pemberian makan sebaiknya tidak lebih dari 30 menit, dan jangan menawarkan camilan yang lain saat makan. Lingkungan menyenangkan yang dimaksudkan yaitu tidak memaksa anak untuk makan. Diupayakan tidak ada distraksi (mainan, televisi, perangkat permainan elektronik) saat makan dan jangan memberikan makanan sebagai hadiah. Prosedur makan diperbaiki dengan memberikan makanan dalam porsi kecil, makanan utama didahulukan, baru diakhiri dengan minum, dorong anak untuk makan sendiri. Apabila anak menunjukkan tanda tidak mau makan (mengatupkan mulut, memalingkan kepala, menangis), tawarkan kembali makanan secara netral, tanpa membujuk ataupun memaksa. Bila setelah 10-15 menit anak tetap tidak mau makan maka proses makan sebaiknya diakhiri. Saat proses makan hanya diperbolehkan membersihkan mulut anak jika makan sudah selesai.

Banyak orangtua tidak mampu menerapkan hal tersebut di atas karena pemahamannya yang masih kurang tepat. Para orangtua atau pengasuh cenderung membujuk dan menenangkan anak dengan berbagai cara agar anak mau makan. Hal ini justru akan mengganggu konsentrasi makan anak. Terkadang orang tua memberikan susu formula secara berlebihan ketika anaknya tidak mau makan. Hal ini mengakibatkan anak selalu kenyang dan semakin sulit mengenal perilaku makan yang benar.

Pencegahan sulit makan sejak dini dapat dilakukan dengan menerapkan aturan makan yang tepat mengacu pada feeding rules sejak bayi. Pengenalan makan juga harus memenuhi 4 syarat yaitu  tepat waktu disaat ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan nutrisi bayi, adekuat dalam memenuhi kandungan gizi sesuai usia bayi, aman dalam penyajian serta penyimpanannya, dan makanan diberikan dengan cara yang benar dengan memperhatikan sinyal lapar dan kenyang seorang anak. Dengan menerapkan feeding rules diharapkan masalah sulit makan pada anak dapat teratasi sehingga tumbuh kembang menjadi lebih optimal. Namun, apabila anak tetap sulit makan, maka disarankan untuk berkonsultasi langsung kepada ahli gizi atau dokter spesialis anak terdekat.