Muntah Psikogenik

Mual dan muntah bukanlah suatu jenis penyakit, tapi gejala dari suatu kondisi. Muntah yang berulang dan tidak diketahui penyebabnya disebut Cyclic Vomiting Syndrome (CVS), sering disebabkan faktor psikologis. CVS sering disertai dengan kecemasan, serangan panik dan depresi, pada orang dewasa maupun anak-anak. Diagnosis dengan menyingkirkan gangguan organik dan menemukan gangguan psikiatri yang ada saat pemeriksaan. Pengalaman klinis dan literatur menunjukkan penatalaksanaan terpadu menangani gangguan organik dan faktor psikologis, dapat menjadi strategi yang berhasil dalam membantu pasien dengan muntah berulang.

Kata kunci:muntah berulang, psikogenik, psikiatri

 

PENDAHULUAN

             Istilah "psychogenic vomiting" atau "nervous vomiting" digunakan sebagai diagnosis untuk pasien dengan muntah berulang atau kronis yang tidak diketahui penyebabnya. Beberapa penelitian menunjukan bahwa ada faktor-faktor yang berperan sebagai sumber umum dari stress dan ketegangan atau jika pasien sendiri memiliki kecenderungan untuk muntah.7

         Gambaran klinis muntah berulang pertama kali diperkenalkan pada anak-anak dan kemudian pada orang dewasa. Pada tahun 1993, Cyclic Vomiting Syndrome Association didirikan untuk memberikan dukungan bagi keluarga yang terkena dampak serta meningkatkan perhatian dokter.13

 

EPIDEMIOLOGI

             CVS (Cylic Vomiting Syndrome) lebih umum ditemukan pada ras Kaukasia. CVS telah dilaporkan pada anak-anak termuda umur 5 tahun dan pada orang dewasa tertua umur 73 tahun. Prevalensi dilaporkan pada anak-anak berkisar 0,03% di Irlandia dan 1,9% di Turki. Lebih sering pada anak perempuan (57:43 di Irlandia, 67:33 di Turki), tetapi penelitian lain tidak melaporkan perbedaan gender yang signifikan dalam prevalensi.7

 

GAMBARAN KLINIS

              Sejak pertama kali dijelaskan dalam literatur Perancis oleh Heberden pada tahun 1806 dan dalam literatur bahasa Inggris tahun 1882, muntah berulang sering ditemui pada anak-anak. Namun hal itu juga terjadi pada orang dewasa.Muntah berulang (CVS) ditandai dengan episode intensitas tinggi mual dan muntah berlangsung selama beberapa hari, berulang beberapa kali pertahun, dengan interval bebas gejala diantara episode.7

           Berbagai rangsanganpsikis dan faktor psikologi lain dapat menyebabkan muntah. CVS sering disertai dengan kecemasan, serangan panik dan depresi pada orang dewasa maupun anak-anak. Kadang dokter menjadi frustasi ketika menghadapi kasus dari gangguan saluran pencernaan ini, karena gagal untuk menemukan penjelasan terjadinya CVS. Pengalaman klinis dan literatur menunjukan bahwa menangani kecemasan, serangan panik, depresi atau migrain, dapat menjadi strategi yang berhasil dalam membantu pasien dengan muntah berulang. Tentu saja peran faktor biologis dan psikososial tidak berdiri sendiri.1

          CVS ditandai olehempat fase. Fase prodromal atau pra-muntah biasanya berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam, dengan mual, sakit perut, lesu, anoreksia dan pucat. Pasien mampu mengelola asupan oral tanpa muntah. Hal ini diikuti oleh fase emetik, berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari, dengan intensitas tinggi mual, muntah berulang (kadang-kadang >20 kali/jam), haus yang intens, lekas marah dan nyeri perut. Dalam fase pemulihan, berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa hari, muntah berhenti, ada rasa lapar, pasien bisa makan dan rasa tenang kembali. Pada fase sembuh, berlangsung dari beberapa minggu sampai bulanan, dimana pasien relatif bebas dari gejala.8

         Penelitian melaporkanusia rata-rata onset pada anak 5-7 tahun. Frekuensi episode bervariasi antara 1-70 kali/tahun, dengan rata-rata 12 kali/tahun. Episode banyak terjadi pada pagi hari 02.00-04.00 atau pagi saat bangun 06.00-08.00. Bila ada gejala nyeri pada perut, jarang sampai perlu intervensi bedah. Mual menghilang ketika anak pergi tidur dan episode berakhir. Gejala lain mungkin termasuk hipersalivasi, keengganan untuk menelan, mual dan induksi muntah dengan jari (untuk menghilangkan rasa sakit).12

          CVS sering disertaidengan gejala penyerta neurologis, termasuk sakit kepala, fotophobia, vertigo dan diduga ada hubungan dengan migrain. Kurang dari 50% pasien CVS pada anak, memiliki migrain klasik. Adanya riwayat keluarga sakit kepala migrain telah dilaporkan pada 40%-80% dari seluruh kasus.4

          Beberapa penelitian melaporkan CVS pada anak-anak berlangsung selama 2-5 tahun dan cenderung untuk membaik pada masa ahkir anak atau remaja awal, tetapi beberapa anak terus memiliki CVS sampai dewasa. Pada 33% kasus anak-anak dengan CVS, ketika muntah menghilang diganti oleh sakit kepala migrain.5

         Pemicu yang tampak untuk CVS pada anak yang diidentifikasi pada 80% dalam penelitian, termasukstres emosi negatif (seperti konflik dengan orangtua) sebanyak 54% dan yang positif (seperti liburan atau ulang tahun) sebanyak 47%. Pemicu lain yang dilaporkan meliputi infeksi saluran pernafasan atas (31%), kelelahan (24%) dan perubahan pola makan (23%).9

          Hasil dari suatu penelitian menunjukan 75% anak-anak dengan CVS memiliki ciri-ciri kepribadian yang kompetitif, perfeksionis, kemauan yang tinggi, agresif, berkemauan keras, bermoral, peduli dan sangat antusias. Orangtua menggambarkan anak-anaknya dengan bahagia (68%), murung atau pemalu (21%), cemas (9%) atau sensitif (3%). Anak-anak dan remaja dengan penyakit kronis diketahui lebih meningkat risiko masalah emosional dan perilaku, dengan gangguan kecemasan yang paling umum.5

         Istilah psikosomatik menyatakan hubungan erat antara jiwa dan badan yang saling mpengaruhi. Bila badan menderita suatu penyakit, jiwa ikut kesusahan, demikian pula sebaliknya. Secara singkat gangguan psikosomatik adalah gangguan atau penyakit organik dengan latar belakang faktor psikis atau disebut psikogenik.6

        Stres dapat menyebabkan gangguan psikosomatik, gangguan neurotik sampai gangguan jiwa yang lebihserius dan mengganggu kemampuan berpikir, emosi, perilaku dan komunikasi. Gangguan psikiatri yang muncul dalam bentuk keluhan fisik dapat berupa: gangguan konversi, depresi, kecemasan, hipokondriasis, gangguan somatoform dan penelantaran diri.6

           Munculnya konsep pskosomatik berdasarkan beberapa teori. Teori James Lange mengemukakan proses terjadinya emosi dihubungkan dengan faktor fisik dengan urutan sebagai berikut: mempersepsikan situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan emosi, sehingga timbul reaksi terhadap situasi dengan pola-pola khusus melalui aktivitas fisik. Selanjutnya mempersepsikan pola aktivitas fisik yang mengakibatkan munculnya emosi secara khusus. Teori Cannon-Bard, mengemukakan hubungan antara aspek emosi dengan aspek fisik dengan urutan sebagai berikut: mempersepsikan situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan emosi. Sehingga timbul pola aktivitas fisik melalui otak-thalamus yang menimbulkan sekaligus emosi dan perubahan aktivitas.

        Dari kedua teori tersebut terlihat ada hubungan yang erat antara aspek organik dalam bentuk perilakudan aspek psikis dalam bentuk emosi. Perubahan emosi karena perasaan yang menekan, akan mempengaruhi fungsi pencernaan.

          Stres adalah suatu keadaan pikiran (jiwa) seseorang yang menimbulkan emosi yang tidak menyenangkan, yang timbul dari lingkungan dan tidak dapat atau sulit diatasi. Stes muncul karena keadaan tersebut menekan terlalu berat dan orang tersebut tidak kuat menahannya. Seringkali ditemui seorang anak menderita sakit dengan keluhan nyeri perut atau muntah, baik akut maupun berulang-ulang atau muncul secara periodik. Misalnya gejala somatik seperti sakit perut atau muntah di sekolah ketika mendekati musim ulangan atau kenaikan kelas. keluhan ini muncul karena faktor psikogenik dalam bentuk lingkungan yang tidak kuat dihadapi si anak dan lebih lanjut akan timbul reaksi seperti : agresif atau takut sekolah (School phobia) bahkan lebih lanjut dapat meningkat menjadi mogok sekolah (School refusal).10

Faktor psikogenik bersumber pada:2

1)  Keadaan anak itu sendiri yang meliputi gambaran kepribadian secara umum maupun ciri kepribadian tertentu.

2)  Lingkungan hidup anak:

a. Suasana keluarga meliputi orangtua , saudara, kakek, nenek, paman, bibi  bahkan pengasuh.

b.   Lingkungan sekolah sebagai sumber ketegangan, baik meliputi keadaan umum sekolah, sikap guru dan teman sekolah.

3) Lingkungan sosial sebagai tempat anak melakukan hubungan sosial, dapat menjadi sumber konflik.

         Pada dasarnyasetiap penyakit yang diderita merupakan interaksi antara psike dan soma. Ada 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit psikofisiologis pada anak yaitu:14

1. Kepekaan anak terhadap keadaan psikosomatik primer atau psikosomatik sekunder. Psikosomatik primer jelas ada kelainan fisiologis seperti penyakit yang sedang diderita anak. Psikosomatik sekunder tidak mempunyai presdiposisi kelainan fisik. Psikosomatik merupakan pengalihan konflik emosional ke arah gejala somatik.

2. Karakteristik dari transaksi dalam keluarga, misalnya keluarga yang terlalu melindungi anak, kekaburan dalam batas-batas struktur keluarga dan penyelesaian konflik yang kurang baik.

3. Anak yang sakit memainkan peranan yang penting dalam keluarga untuk menghindarkan konflik.

 

KRITERIA DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik CVS menurut ROME III tahun 2006 adalah:13

1. Sedikitnya 3 bulan, dengan onset setidaknya 6 bulan sebelumnya dari:

- Episode stereotype onset muntah biasanya akut dan durasi < 1 minggu

- Paling sedikit 3 kali mengalami episode muntah pada tahun sebelumnya

- Tidak ada mual dan muntah antara episode muntah

2. Kriteria pendukung: ada sejarah atau riwayat keluarga sakit kepala (migrain).

 

PENATALAKSANAAN

        Perlu dicermati adanyakelainan organik yang didiagnosis sebelum dibuat suatu diagnosis muntah psikogenik melalui wawancara dan pemeriksaan. Perlu dipertimbangkan untuk dilakukan rawat inap karena muntah yang berulang dapat menimbulkan dehidrasi. Menghindari sebisa mungkin faktor pencetus, memperbaiki keadaan umum penderita dan diberikan pengobatan simtomatik.15

          Mencarisuatu stresor atau gangguan psikososial yang menimbulkan muntah adalah hal penting agar upaya membuat suatu diagnosis dalam bidang psikiatri yang akan merujuk untuk dilakkan intervensi yang tepat dapat dilakukan dengan baik, termasuk dengan farmakologi atau non farmakologi.15

          Pengalaman klinis dan literatur menunjukan bahwa menangani gangguan psikiatri yang timbul dapat menjadi strategi yang berhasil dalam membantu pasien dengan muntah berulang.15

 

RINGKASAN

        Ada perhatian terhadap muntah psikogenik untuk diteliti lebih lanjut hingga dikenal suatu sindrom yang disebut Cyclic Vomiting Syndrome. Sulit membuat kriteria untuk Cyclic Vomiting Syndrome dan sekarang yang ada berdasarkan "Criteria Rome III". Gejala klinis yang menonjol berupa muntah yang berulang tanpa diketahui penyebab yang pasti dan diduga faktor psikologis memainkan peranan terjadinya muntah.

        Adanya gangguan di faktor psikologis dapat menimbulkan gangguan pada soma/fisik (psikosomatik), bila stresor tersebut sudah tidak dapat dikompensasi oleh tubuh. Muntah dapat merupakan salah satu gejala dari gangguan psikosomatik. Somatisasi, konversi, hipokondriasis adalah bentuk gangguan psikiatri yang sering timbul.

         Diagnosis dengan menyingkirkan gangguan organik dan menemukan gangguan psikiatri yang ada saat pemeriksaan. Dengan menangani gangguan psikiatri yang timbul, dapat menjadi strategi yang berhasil dalam membantu pasien dengan muntah berulang. 

 

DAFTAR PUSTAKA

1.

Harmon R. Psychotherapy for Post Traumatic Stress Disorder in preschool children. Am Acad Child Psychiatry. 2006:1247-1249.

2.

Sonje L. Cyclic Vomiting Syndrome. Primary Psychiatric. 2009;16(6):15-18.

3.

Rynn MA. The GABA system in anxiety and depression and therapeutic potential. Neuropharmacology. 2012;67:42-53.

4.

Saddock BJ, SaddockVA. Kaplan and Saddock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Lippincott Williams and Wilkins. 2010:130-168.

5.

Berne R. Gastric Emptying and Vomiting. In:Physiology.St.Louis:Mosby Yearbook. 2008;553-558.

6.

Albon T. Psychotherapy of Childhood Anxiety Disorder; a meta-analysis. Psychotherapy Psychosom. 2007:15-24.

7.

Mucci M. Separation Anxiety Disorder in Children and Adolescent. Epidemiology, Diagnosis and Management. 2009:93-104.

8.

Zohar J. Practice parameter for the assessment and treatment of children and adolescent with anxiety disorder.Acad Child Pschiatry. 2007;46:267-283.

9.

Segool N. Efficacy of Cognitive Behavioral and Pharmacological Treatments for Children with Social Anxiety. 2007:620-631.

10.

Dieleman G. Pharmacotherapy for social phobia, generalised anxiety disorder in children and adolescent. Tijedschier Psychiatry. 2008;43-45.

11.

Dwipoerwantoro P. How to Deal with Dyspepsia. The 2nd Adolescent Health National Symposia: Current Challenges in Management. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2009:16-29.

12.

Notoadmojo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rinera Cipta Jakarta. 2010:46-49.

13.

Hadisukanto G. Gangguan Somatoform. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Balai penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 2010:32-38.

14.

American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorder. Washington: American Psychiatric Publishing. 2013:145.

15.

Sundaram S, Hoffenberg E. Gastrointestinal Tract. Current Diagnosis and Tratment Pediatrics. 2011:70-79.