Kesalahan Penggunaan Resep Dokter

Seringkali masyarakat kita tidak menyadari bahwa kebiasaan-kebiasaan untuk tidak mengikuti prosedur pengobatan dengan tepat justru mengakibatkan kondisi kesehatan semakin memburuk. Hal-hal berikut adalah kejadian yang paling sering kita temui di masyarakat.
 
Contoh kasus: seorang ibu membawa anaknya yang masih balita ke rumah sakit dengan gejala batuk, pilek, disertai sesak nafas. Seorang dokter spesialis anak yang sedang bertugas memeriksa kondisi anak, kemudian melakukan diagnosa dan menulis resep. Pada umumnya resep tersebut berisi racikan dan antibiotik. Sepulang dari rumah sakit sang ibu menebus resep, meminta copy resep kemudian memberikan pada anaknya. Si anak sembuh. Beberapa bulan kemudian si anak sakit dengan gejala serupa, sang ibu pun segera membelikan obat yang sama berdasarkan copy resep yang telah dibuat beberapa bulan lalu. Dengan harapan si anak sembuh dengan resep tersebut.
 
Hal-hal yang merugikan yang mungkin timbul akibat perilaku tersebut antara lain adalah:
 
Mengulang resep yang sama
 
Gejala yang terlihat oleh ibu mungkin tidak sama dengan gejala yang terjadi dengan beberapa bulan yang lalu, sehingga rangkaian terapi yang diberikan dokter mungkin tidak akan sama persis dengan sebelumnya.
Antibiotik yang diberikan beberapa bulan yang lalu mungkin sudah tidak sesuai untuk kondisi anak saat ini. Tentu saja jika diagnosis berbeda, antibiotik yang digunakan pun berbeda.
Obat racikan untuk anak telah dihitung berdasarkan berat badan anak pada saat itu. Tentu saja si anak sudah mengalami perubahan berat badan, sehingga dosis obat saat itu sudah tidak tepat untuk digunakan si anak pada saat ini.
 
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat
 
Dokter akan menentukan jenis antibiotik berdasarkan diagnosis yang ditetapkannya. Tergantung pada lokasi anggota tubuh yang mengalami infeksi. Dosis antibiotik yang ditetapkan oleh dokter pun sudah diperhitungkan berdasarkan tingkat keparahan penyakit atau infeksi, berat badan, dan riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya.
Antibiotik tertentu hanya memiliki kepekaan terhadap bakteri tertentu. Dokter akan menentukan jenis antibiotik apa yang akan digunakan untuk pasiennya berdasarkan lokasi infeksi dan tingkat keparahannya, itulah sebabnya antibiotik yang digunakan untuk terapi penyakit tifus berbeda dengan antibiotik untuk radang tenggorokan.
Beberapa penyakit kadang disebabkan oleh virus yang mungkin tidak memerlukan antibiotik, sehingga penggunaan antibiotik tidak diperlukan.
 
Menghentikan antibiotik ketika gejala hilang
 
Antibiotik tidak sama dengan obat pereda gejala seperti obat penurun panas, obat batuk, atau dekongestan yang ketika gejalanya hilang, maka penggunaannya bisa dihentikan seketika.
Antibiotik wajib digunakan dalam periode tertentu dalam dosis tertentu. Dokter telah memperhitungkan dosis dan jangka waktu yang diperlukan, sehingga apabila pasien menghentikan penggunaan antibiotik sebelum antibiotik yang diresepkan tersebut habis dampaknya antara lain adalah bakteri penyebab penyakit belum sepenuhnya mati, sehingga efek jangka panjangnya adalah resistensi terhadap antibiotik tersebut.
 
Demikian artikel tentang kesalahan penggunaan resep dokter yang bisa saya suguhkan. Semoga bermanfaat…